Tuesday, January 12, 2016

PERSPEKTIF SAINS POLITIK - HAK ASASI WANITA DALAM ALIRAN-ALIRAN FEMINISME


1. Feminism Liberal
Feminism liberal merupakan suatu pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki.
Gerakan ini muncul pada awal abad 18, lahirnya bersamaan dengan zaman pencerahan. Tuntutannya adalah kebebasan dan kesamaan terhadap akses pendidikan, pembaharuan hukum yang bersifat diskriminatif. 
Kaum Feminis Liberal menuntut kesempatan yang sama bagi setiap individu, termasuk perempuan. Akibatnya banyak perempuan domestic yang melepaskan diri menuju public. 
Tokoh aliran ini adalah “Naomi Wolf”


Analisis : feminisme liberal ini sangat menekankan kebebasan sebagi sesuatu yang mutlak dan Negara sebagai penguasa atau yang memiliki wewenang tertinggi haruslah memberikan sikap netral dan memberikan dukungan terhadap kebebasan tersebut secara penuh. Sehingga Negara dapat menjadi suatu wadah menyampaikan aspirasi serta menjadi suatu yang dapat menjamin kebebasan dan kenetralan tersebut


2. Feminisme Radikal
Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik.

Analisis : pada aliran feminisme radikal ini lebih menganggap segala sesuatu yang berhubungan dengan laki – laki adalah sesuatu yang tidak baik sehingga  tidak harus mengikuti segala sesuatu yang behubungan dengan laki – laki sehingga lebih mengarah kea rah “ekstrim” menurut saya karena selalu menuntut untuk menolak “keberadaan” laki-laki dalam segala bidang kehidupan mereka

3. Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange).
 Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus. 

Analisis : menjelaskan bahwa perempuan sebagai suatu objek ekploitasi yang yang merupakan bentuk diskriminasi bentuk hasil dari akibat adanya bentuk ekonomi kapitalis dimana perempuan hanya menjadi “objek” penggerukan modal

4. Feminisme Sosialis
Sebuah fahaman yang berpendapat “Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme”. Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang mendinginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender. Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis.
 Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung

Analisis : feminisme sosialis ini merupakan suatu aliran yang muncul akibat rasa tidak puas terhadap aliran marxis ( kapitalisme ) dan juga menganggap bahwa sistem patriakal ( garis ayah ) merupakan salah satu bentuk penindasan terhadap kaum perempuan dan juga dominasi pria atas wanita menurut teori ini harus di hapuskan.

5. Feminisme postcolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan perempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat.

Analisis : pada aliran ini sangat memberikan perhatian khusus pada wanita-wanita yang tingga di Negara bekas jajahan atau kolonian bangsa asing, karena menurut teori ini, wanita yang tinggal di Negara tersebut cenderung lebih rentan memiliki resiko ketimpangan /  kesenjangan gender, hal ini karena akibat dari apa yang teah di alamai oleh bangsa tersebut dimasa lalu sehingga di khawatirkan akan terus terekam di dalam benak dan kebiasaan sehingga menjadi hal yang di anggap biasa kasus penyimpangan / kesenjangan tersebut.

6. Feminisme Ortodoks
Atau dikenal sebagai feminisme gelombang kedua, berkarakter sangat fanatik dan ortodoks dengan penjelasan-penjelasan wacana patriarkhal. Kaum feminis garis keras ini begitu yakin bahwa segala sesuatu yang menyusahkan dan menindas perempuan berhubungan dengan patrarkhal, hingga segala argumen hanya bertumpu pada penjelasan patrarkhal. Camille Paglia seorang profesor studi kemanusiaan dari Universitas Philadelphia mengkritik sikap feminis ortodoks sebagai kelompok yang selalu menganggap perempuan sebagai korban.

Bagi kalangan feminis ortodoks feminisme diartikan sebagai identifikasi dengan keinginan kesetaraan gender lewat perjuangan historis yang dicapai dengan advokasi melalui kegiatan politik. Feminisme memperlihatkan adanya perbedaan antara femnin dan maskulin yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Sedangkan jantan (male) dan betina (female) merupakan aspek biologis yang menentukan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan linguistik ini bagi feminis ortodoks dianggap sebagai sesuatu yang ideologis. Sedangkan bagi kalangan postfeminisme dianggap sebagai masalah.. 

Analisis : pandangan aliran ini merupakan aliran yang memiliki pandangan yang sangat fanatic serta memiliki sikap yang keras. Aliran ini dengan jelas menentang segala sesuatu yang dapat mempersulit dan memberikan hubungan mereka dengan laki – laki sehingga teori ini sangat di dominasi oleh kaum lesbian serta sangat “tidak disukai” keberadaanya.

7. Postfenimisme 
Kecenderungan feminisme ortodoks yang selalu melihat perempuan sebagai makhluk lemah tak berdaya dan korban laki-laki ini, tidak dapat diterima oleh perempuan-perempuan muda tahun 1900-an dan 2000 di beberapa negara maju. Retorika feminisme yang melekat pada “ibu-ibu” mereka terutama di tahun 70-an di daratan Amerika dan Inggris telah membuat generasi muda “bosan” dengan femnisme. Feminisme sekan menjadi ukuran moralistik dan politik seseorang dan menjadi pergerakan kaum histeris, serta sangat mudah untuk menuduh dan melabeling seseorang dengan atribut “tidak femnis”. Kelompok inilah yang kemudian memperjuangkan postfeminisme.

Analisis : aliran ini merupakan salah satu bentuk perwujudan rasa “bosan” terhadap apa yang disebut feminisme. Dimana feminisme dianggap seolah merupakan suatu berontak atau kecuriaan berlebih suatu kelompok wanita kepada laki-laki yang tidak memiliki dasar sehingga pemikiran ini harus dihilangkan

No comments:

Post a Comment